Potensi zakat nasional sendiri sangat besar. Berdasarkan Indikator Pemetaan Potensi Zakat (IPPZ), per tahun 2019, potensi zakat Indonesia tercatat senilai Rp233,8 triliun atau setara dengan 1,72% dari PDB tahun 2018 yang senilai Rp13.588,8 triliun (Puskas BAZNAS, 2019). Tahun 2019, zakat perusahaan memiliki potensi sebesar Rp6,71 triliun. Adapun kemudian di tahun 2020 potensi zakat perusahaan mencapai angka Rp144,5 triliun. Dengan kata lain, total potensi zakat di Indonesia pada tahun 2020 adalah Rp327,6 triliun (Puskas BAZNAS, 2020). Adapun jumlah OPZ yang semakin meningkat dari tahun 2018 (yang berjumlah 617 OPZ) sampai ke tahun 2019 (572 OPZ). Dari tahun ke tahun Komposisi Pengumpulan ZIS di Indonesia, komposisi dana dari seluruh LAZ berada diangka 40-50 persen dari pengumpulan/penghimpunan nasional. Dengan kondisi ini tentu saja keberadaan LAZ sangat penting bagi keberhasilan pengelolaan zakat secara nasional.
Fundamental penyaluran dana ZIS dalam melakukan bantuan kita sebaiknya melihat budaya lokal, sistem sosial dan lokal wisdom pada masyarakat tersebut. Pada dasarnya bantuan ini bersifat sosial, sasarannya harus tepat yaitu maqashid syariah dan mustahik prioritas. Lalu bersifat efektif, solutif dan mudah. Solutif adalah adanya masalah ynag terselesaikan dengan baik. Adanya zakat berguna untuk menyelesaikan masalah dengan tuntas. Kita harus memudahkan orang setiap saat. Lembaga harus menunjukkan kemudahannya dalam penyaluran dana zakat secara efisien kepada masyarkat. Efisien disini hemat dalam SDM dan biaya dalam pendistribusiannya dan grantmaking. Yang perlu diperhatikan dalam penyaluran ZIS ialah :
a) Mencerminkan kejujuran penyajian hasil dan posisi keuangan lembaga
b) Menggambarkan substansi program penyaluran dari sesuatu kejadian atau transaksi penyaluran
c) Netral yaitu bebas dari keberpihakan
d) Mencerminkan kehati-hatian
e) Mencatat asnaf penerima
f) Memiliki data base mustahik yang akurat dan terupdate
g) Penyaluran berdasarkan database mustahik yang akurat, dapat ditelusuri “by name by address”. Sebuah amil dalam suatu lembaga tidak seharusnya membatasi kebutuhan mustahik terutama kepada fakir miskin, mau seberapa apapun biaya yang fakir miskin butuhkan, amil tidak berhak untuk memberi batasan pemberian dana zakat nya kepada mereka. Manajemen pendistribusian ZIS (amanah UUD No 23 Tahun 2011-terkait pendayagunaan zakat). Diantaranya, distribusi dana zakat sesuai syariat Islam, distribusi zakat berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan dan kewilayahan, dan zakat dapat di dayagunakan untuk usaha produktif setelah kebutuhan dasar terpenuhi.
Pola penyaluran program:
Yaitu kegiatan untuk memudahkan dan melancarkan penyaluran dana zakat dari muzakki kepada mustahik. Dana- dana yang terkumpul akan didistribusikan dari muzakki kepada mustahik melalui suatu lembaga yang mengelola zakat. Penyaluran dana zakat terbagi menjadi 2 yaitu :
1. Penyaluran pola konsumtif atau karitatif
-Ditujukan bagi golongan yang menghadapi ketidakberdayaan terutama ketidakberdayaan fisik atau mental, baik karena cacat, jompo atau uzur, sakit jiwa atau lemah mental sehingga tidak mampu berusaha produktif.
-Penyaluran karitatif atau pendistribusian merupakan penyaluran yang bersifat konsumtif yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan dasar minimum.
2. Penyaluran pola produktif atau pemberdayaan
-Ditujukan bagi golongan masyarakat miskin karena ketidakmampuannya meraih aset usaha produktif, tetapi secara fisik dan mental sebenarnya mampu berusaha dan bekerja untuk meraih kesempatan kerja.
-Penyaluran produktif atau pendayagunaan merupakan penyaluran yang bersifat produktif dan berorientasi pada pemberdayaan mustahik.
Esensi pendayagunaan zakat:
Yaitu bentuk pemanfaatan sumber daya (dana zakat) secara maksimum sehingga berdayaguna untuk mencapai kemashlahatan bagi umat. Pendayagunaan zakat terbagi menjadi 2 yaitu :
1. Soal distribusi dan pendayagunaan zakat. Tidak boleh ada penyimpangan dalam pendayagunaan zakat.
2. Penyaluran zakat harus memperhatikan tujuan utama zakat itu sendiri yaitu bukan hanya memberi makan-minum, konsumtif, tetapi mengubah keadaan si miskin menjadi lebih baik dan bermartabat sesuai kehormatannya sebagai manusia, makhluk tertinggi dengan citra ketuhanan yang dipilih oleh Allah SWT sebagai pemimpin atau khalifah di muka bumi (QS al-Baqarah [2]: 30)