Sumber: Buku “Digital Fundraising For Non Profit” Oleh Dea Sunarwan

Crowdfunding didefinisikan sebagai proses inisiasi proyek yang membutuhkan investasi dan meminta dana kepada sekelompok besar orang (crowd) dan koneksinya (Risdahl, 2011) sebagai penyandang dana untuk membiayainya (Forbes & Schaefer, 2017). Crowdfunding menjadi alternatif sumber pendanaan eksternal bagi penggalang dana (Belleflamme et al., 2013) yang baru (Henry, 2016) jika kesulitan mendapatkan dana dari sumber tradisional seperti bank, angel investor, dan pasar saham (Brown et al., 2016). Penelitian empiris melaporkan pertumbuhan jumlah dana yang sangat besar yang dikumpulkan melalui crowdfunding (Belleflamme et al., 2013).

Crowdfunding membantu penggalang dana mengadopsi pendekatan baru dalam menjalankan inisiatif/kampanye dan mengelola usaha, serta pengembangan bisnis baru (Belleflamme et al., 2013). Crowdfunding merupakan konsep yang lebih spesifik dari crowdsourcing, dimana crowdsourcing adalah pelibatan crowd (kerumunan/sekelompok individu) untuk mendapatkan ide, umpan balik, dan solusi untuk mengembangkan aktivitas perusahaan (Belleflamme et al., 2013) maupun suatu inisiatif melalui publikasi atau pengumuman terbuka di internet. Publikasi ini efisien bagi crowdsourcing pada umumnya, tetapi akan sensitif pada crowdfunding (Belleflamme et al., 2013) karena terkait dengan pendanaan.

Dalam crowdfunding terdapat 4 proses, yaitu:

  1. Pra Crowdfunding
    a. Riset Pemasaran
    Untuk dapat mengakuisisi para donatur, penggalang dana harus mengetahui posisi “crowd” yang sesuai dengan program yang akan di “funding”-kannya dengan cara memilih platform yang tepat dan sesuai dengan target market.
    b. Penyusunan proposal yang menarik
     Penting untuk sebuah proposal dibuat dalam konten yang semenarik mungkin, sehingga saat diperlihatkan kepada calon penyandang dana (donatur), 

  2. Proses Crowdfunding (Saat Crowdfunding Berlangsung)
    a. Penyimpanan database crowdfunding
    Pihak penggalang dana ataupun penyedia platform crowdfunding harus memberikan data dan informasi secara lengkap seputar identitas penggalangan dana yang bisa digunakan untuk proses komunikasi selama kegiatan penggalangan dana berlangsung, mulai dari pra hingga pasca.  
    b. Penawaran imbal balik
    Selain model crowdlending yang memang mengharuskan penggalang dana untuk memberi imbal balik sesuai dengan kesepakatan kepada penyandang dana setelah inisiatifnya berhasil dijalankan, pada social crowdfunding juga dimungkinkan memberikan imbal balik kepada penyandang dana. Penawaran imbal balik ini sesuai dengan modul esensial manusia, yaitu ketimbalbalikan.
  3. Pasca Crowdfunding
    a. Laporan perkembangan
    Penggalang dana wajib melaporkan perkembangan programnya untuk membangun kepercayaan donatur yang telah berpartisipasi untuk programnya.
    b. Laporan penggunaan dana
    Laporan keuangan menjadi hal yang wajib dilaporkan untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas suatu program yang dikerjakan.
    c. Ucapan terima kasih
    Untuk menghargai para donatur maka memberikan pesan berisi ucapan terima kasih sangatlah penting untuk dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan ucapan terima kasih.
    d. Realisasi imbal balik
    Realisasi pemberian imbal balik sesuai dengan kesepakatan
    Hal ini merupakan komitmen yang harus dipenuhi untuk menjaga rasa saling percaya antara kedua belah pihak.

  4. Lanjutan
    Pada tahap ini organisasi yang melakukan funding harus tetap menjalin komunikasi dengan donatur. Untuk memenuhi aspek tersebut, alangkah baiknya penyedia platform crowdfunding menyediakan sarana komunikasi antara penggalang dan penerima dana, misal e-mail atau aplikasi pesan seperti messenger. Hal tersebut sebagai bentuk tindak lanjut yang bisa dilakukan oleh penggalang dana kepada para donatur yang sudah membantu mewujudkan program tersebut.

Namun digital fundraising tidak hanya platform crowdfunding. Platform crowdfunding hanyalah sebagian kecil dari implementasi strategi digital fundraising. Digital fundraising sendiri adalah tentang cara sebuah organisasi filantropi untuk mendefinisikan kembali nilai-nilai yang ada di organisasinya agar dapat memberikan berbagai layanan donasi yang memudahkan market dan uptodate sesuai perkembangan teknologi.

Oleh karena itu, implementasinya bersifat komprehensif, tidak hanya menghadirkan platform crowdfunding, ini hanya memudahkan market yang ingin berdonasi melalui channel digital. Dan hadirnya platform crowdfunding bagi setiap organisasi filantropi tidak bisa menjamin bahwa organisasi tersebut sudah dikatakan “go digital” dan dianggap bisa bertahan di era digital.  Hal ini dikarenakan tidak banyak organisasi yang sudah mengeluarkan budget yang cukup banyak untuk membuat platform crowdfunding namun tidak di maintenance dengan baik karena tidak paham apa saja yang harus dilakukannya.

Ada beberapa contoh organisasi yang tidak bisa bertahan karena terlalu banyaknya operasional dari jumlah pemasukannya, contohnya patungan.net dan wujudkan.com. Jadi jika masih ada yang menganggap bahwa platform crowdfunding adalah cara utama untuk go digital, itu merupakan pemahaman yang kurang tepat.

Membangun digital fundraising sebenernya adalah tentang merancang segala hal yang ada di dalamnya untuk bersiap dengan segala kemungkinan dan ketidakpastian yang harus dihadapi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *