Fundraising adalah seluruh aktivitas yang tujuan akhirnya mendapatkan pendanaan dari eksternal, baik dari mitra, donatur perseorangan atau retail, korporasi. Aktivitasnya bermacammacam tergantung dari sasaran target donatur yang akan di approach. Aktivitas program harus dilakukan agar bisa menarik minat masyarakat atau public yang melihat program tersebut. Masing-masing bagian harus saling berkolaborasi bagaimana program memahami mengenai fundraising dan sebaliknya.
Berdasarkan data BAZNAS di bulan April, 2022. Potensi zakat di Indonesia sebesar Rp. 327,6 Triliun. Sedangkan yang sudah dihimpun saat baru diangka Rp. 1-2 Triliun, baru 1% dari potensi zakat tersebut, sehingga masih banyak yang harus di optimalkan. Diantaran 250 juta penduduk, ada 26.5 juta penduduk miskin. Dimana 26.5 juta penduduk tersebut yang menjadi kewajiban amil untuk memberikan manfaat kepada mereka dan di satu sisi bagaimana cara menarik potensi zakat tersebut untuk diberikan kepada mereka yang membutuhkan.
Bank dunia membagi 5 kelompok masyarakat Indonesia berdasarkan tingkat kesejahteraan nya.,
1.Miskin. Dibawah garis kemiskinan dengan pendapatan kurang dari Rp. 345.000 perbulan.
2. Rentan. Pendapatan diantara Rp. 354.000 – Rp. 500.000 perbulan.
3. Menuju kelas menengah. Di rentang Rp. 500.000 – Rp. 1.200.000 perbulan.
4. Kelas menengah. Pendapatan di rentang Rp. 1.200.000 – Rp. 6.000.000 perbulan.
5. Kelas atas. Pendapatan di rentang lebih dari Rp. 6.000.000 perorang perbulannya. Kelas rentang dan menuju kelas menengah secara ekonomi masuk ke kategori miskin karena inflasi, bahan pokok naik, BBM naik, terjadinya PHK dan lain-lain.Ternyata masyarakat yang menuju kelas menengah sebesar 44% penduduk di Indonesia. Maka, golongan yang masih belum stabil pendapatannya, itu lebih dari setengah penduduk di Indonesia.
Tujuan Mengemas Program Menjadi Fundraising-Able
1. Menjaga keberlangsungan program dan lembaga. Jika program yang dibuat oleh lembaga diterima oleh public, sudah pasti keberlangsungan program dan lembaga akan lebih sustain karena ada aktivitas di dalamnya. Jika tidak ada dukungan dari public, pada akhirnya tidak akan bisa menolong lebih banyak orang, tidak bisa menjalankan program dan lembaga tersebut tidak akan bertahan. Antara program dan fundraising harusnya sejalan.
2. Mengoptimalkan dampak program yang dilakukan. Ketika program hanya memiliki dana dibawah target yang seharusnya, maka dampaknya akan lebih kecil. Namun ketika program lebih fundraising-able, maka dampaknya akan lebih optimal.
3. Membangun portofolio lembaga. Sejauh mana program lembaga dikenal masyarakat, sejauh mana dukungan masyarakat hadir terhadap program dan sejauh mana dampak yang diberikan kepada penerima manfaat, itulah yang akan menjadi portofolio dan kebanggaan bersama karena berhasil membantu masyarakat miskin.
Fundraising Asset.
Ada empat hal yang menjadi asset fundraising lembaga:
1. Brand value. Semakin baik dikenal oleh masyarakat, maka akan menjadi salah satu factor dari banyaknya dukungan masyarakat.
2. Portofolio program. Program menjadi salah satu asset dari fundraising. Sebuah program yang unggul harus diciptakan oleh masing-masing lembaga, hal tersebut akan menjadi pemantik dari pendanaan ataupun penghimpunan lembaga. Maka perbanyak portofolio program lembaga.
3. Ambassador/flagship. Tokoh masyarakat dapat menjadi asset fundraising lembaga.
4. Content campaign. Content campaign dengan portofolio program hampir mirip, dimana content campaign merupakan kemasannya, sedangkan portofolio program yaitu program utuhnya. Jadi dua hal ini dapat menggambarkan bahwa fundraising itu perlu asset seperti program tadi. Ketika menggait program harus benar-benar program yang baik yang akan memberikan dampak baik dan dukungan baik dari masyarakat.
I used to be recommended this blog by way of my cousin. I am no longer positive whether or not this post is written by way of him as nobody else understand such targeted about my problem. You are wonderful! Thanks!