Di tahun 2023 seperti yang kita ketahui bahwa dari bulan yang lalu dunia sedang menghadapi potensi resesi besar-besaran dan potensi resensi global yang dahsyat sebelumnya. NATO neserta sekutunya menyebabkan tergerusnya modal terutama logistik di negara Eropa dan barat dan harus mempersiapkan stok yang tersedia didalam logistik. Dan juga terjadinya kelangkaan bahan-bahan pokok bagi kehidupan masyarakat. Beberapa bahan juga tidak bisa di supply dan berdampak juga dengan negara Indonesia. Beberapa faktor ekonomi menyatakan bahwa relaksasi akan terjadi di tingkat tengah bawah terutama di material import. Laju inflasi berdasarkan angka kuartal dunia itu mencapai 9% dan membaik di kuartal terakhir proyeksi di angka 8,6% itu masih sangat besar dibandingkan kelaziman inflasi dunia. Di indonesia menutup angka inflasi sekitar 5,71% artinya ada pengurangan harta kekayaan nilsi kita sebesar 5,7%. Dalam persepektif lembaga zakat, kita mempunyai kepentingan untuk merespon dinamika ini, dan lembaga akan berdampak pada permasalahan mustahik menjadi fokus pada kebutuhankebutuhan dasar. Lembaga zakat harus memastikan bahwa lembaga mampu memproduksi, menjalankan program-program yang bisa mengisi kekosongan dan kebutuhan masyarakat.
Sebagian lembaga zakat sudah mulai melakukan proses net Working untuk mengumpulkan bahan-bahan yang berorientasi pada kebutuhan pokok, itu adalah langkah yang produktif dan sangat baik lembaga ikut berperan dalam menghadapi krisis dan masyarakat juga berharap kepada lembaga zakat mempunyai rencana-rencana untuk mengelola dinamika di periode 2023 dan kemungkinan besar akan berhubungan langsung dengan dinamika kemiskinan berdasarkan kebutuhankebutuhan pokok masyarakat. Ada juga beberapa hal penting dalam hal pendekatan manajemen pelaksanaan program yang harus dilakukan oleh lembaga dan juga dibutuhkan berbasis tata kelola lembaga secara umum, jadi dari perspektif rencana strategi sudah harus di desain yang mana bagian-bagian dari kebutuhan lembaga untuk bertahan. Sebab krisis yang terjadi bukan hanya menimpang mustahik tetapi juga menimpa muzakki. Muzakki dalam konteks kurangnya jumlah Muzakki dan nishab atas harta zakat menjadi lebib mahal akibat naiknya harga emas dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.Dan juga stok dana tabungan/kepemilikan, muzakki juga berkurang. Pada lembaga zakat besar, secara umum frekuensi transaksinya tidak berubah, jadi orang berdonasi 5x tahun lalu dan tahun ini juga 5x berdonasi.
Selama pandemi orang bertransaksi relatif lebih stabil dalam perspektif jumlah, tetapi catatan evaluasi nya adalah berkurangnya nilai transaksi. Dengan demikian bahwa sebenarnya kearifan transaksi masyarakat tidak berkurang, kedermawanan tidak berkurang, tetapi angka kekayaan kita yang tadinya besar sekarang menjadi kecil. Dan jumlah uang masyarakat yang tadinya banyak sekarang menjadi sedikit. Maka dari itu harapan dalam skema tata kelola lembaga terutama fundraising harus menyesuaikan terhadap dinamika masyarakat yang hari ini eksis terjadi. Adaptasi pandemi belum berakhir, karena sebagian lembaga mengembalikan pola-pola sebelum pandemi setelah terjadi relaksasi hebat atas berkurangnya angkat pandemi di 2021-2022. Problemnya adalah data terakhir hari ini terjadi peningkatan kasus covid yang signifikan di kota-kota tertentu termasuk pulau Jawa. Sehingga harus memastikan bahwa pola-pola perilaku pengelolaan manajemen kelembagaan berbasis pandemi harus diperkuat dan diperkokoh dan intensifkan kembali interaksi-interaksi non offline/online dan harus dipastikan lebih terencana dan efektif pelaksanaannya. Transformasi digital menjadi kata kunci yang menjadi perhatian. Naiknya angka infeksi diharuskan memunculkan kembali strategi dan pengelolaan lembaga berbasis pandemi,dan dalam digital harus diperkuat lagi.
